A. FILSAFAT
Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta- fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh ilmu pendidikan.
Beberapa aliran filsafat yang berpengaruh dalam pengembangan pendidikan, misalnya, idealisme, realisme, pragmatisme, humanisme, behaviorisme, dan konstruktivisme .
a. Idealisme
Menurut L Bagus, Idealisme dari bahasa Inggris yaitu Idealism dan kadang juga dipakai istilahnya mentalisme atau imaterialisme. Istilah ini pertama kali digunakan secara filosofis oleh Leibniz pada mula awal abad ke- 18. Leibniz memakai dan menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, secara bertolak belakang dengan materialisme Epikuros. Idealisme ini merupakan kunci masuk ke hakikat realitas .
Inti pandangan aliran Idealisme adalah bahwa pengetahuan itu sudah ada dalam jiwa kita. Untuk membawanya pada tingkat kesadaran perlu adanya proses introspeksi. Tujuan pendidikan aliran ini membentuk karakter manusia.
b. Realisme
Realisme cenderung percaya bahwa apapun yang kita percayai sekarang ini hanya perkiraan dan bahwa setiap pengamatan baru membawa kita lebih dekat untuk memahami kenyataan
Aliran ini berpandangan bahwa hakikat realitas adalah fisik dan ruh, bersifat dualistis. Tujuan pendidikannya membentuk individu yang mampu menyesuaikan diri dalam masyarakat dan memiliki rasa tanggung jawab kepada masyarakat.
c. Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung kepada berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya. Ide ini merupakan budaya dan tradisi berpikir Amerika khususnya dan Barat pada umumnya, yang lahir sebagai sebuah upaya intelektual untuk menjawab problem-problem yang terjadi pada awal abad ini. Pragmatisme mulai dirintis di Amerika oleh Charles S. Peirce (1839-1942), yang kemudian dikembangkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952) .
Paham ini juga dipengaruhi oleh empirisme, utilitarianisme, dan positivisme. Esensi ajarannya, hidup bukan untuk mencari kebenaran melainkan untuk menemukan arti atau kegunaan. Tujuan pendidikannya menggunakan pengalaman sebagai alat untuk menyelesaikan hal-hal baru dalam kehidupan priabdi dan masyarakat.
d. Humanisme
Humanisme adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia. Humanisme telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan sistem-sistem beretika tradisonal yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnis tertentu . Paham ini berpandangan bahwa pendidikan harus ditekankan pada kebutuhan anak (child centered). Tujuannya untuk aktualisasi diri, perkembangan efektif, dan pembentukan moral.
e. Behaviorisme
Behaviorisme muncul sebagai kritik lebih lanjut dari strukturalisme Wundt. Meskipun didasari pandangan dan studi ilmiah dari Rusia, aliran ini berkembang di AS, merupakan lanjutan dari fungsionalisme. Behaviorisme secara keras menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata. Dengan demikian, Behaviorisme tidak setuju dengan penguraian jiwa ke dalam elemen seperti yang dipercayai oleh strukturalism. Berarti juga behaviorisme sudah melangkah lebih jauh dari fungsionalisme yang masih mengakui adanya jiwa dan masih memfokuskan diri pada proses-proses mental.
Meskipun pandangan Behaviorisme sekilas tampak radikal dan mengubah pemahaman tentang psikologi secara drastis, Brennan (1991) memandang munculnya Behaviorisme lebih sebagai perubahan evolusioner daripada revolusioner. Dasar-dasar pemikiran Behaviorisme sudah ditemui berabad-abad sebelumnya .
Aliran ini memandang perubahan perilaku setelah seseorang memperoleh stimulus dari luar merupakan hal yang sangat penting. Oleh sebab itu, pendidikan behaviorisme menekankan pada proses mengubah atau memodifikasi perilaku. Tujuannya untuk menyiapkan pribadi-pribadi yang sesuai dengan kemampuannya, mempunyai rasa tanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan masyarakat.
f. Konstruktivisme,
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri. Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut . Artinya, pengetahuan diperoleh melalui proses aktif individu mengkonstruksi arti dari suatu teks, pengalaman fisik, dialog, dan lain-lain melalui asimilasi pengalaman baru dengan pengertian yang telah dimiliki seseorang. Tujuan pendidikannya menghasilkan individu yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan persoalan hidupnya.
Disamping aliran- aliran filsafat tersebut di atas, Burhanudin Salam menyebut pula empat aliran besar lainnya dalam filsafat yang mempengaruhi konsep- konsep pendidikan, yakni progresivisme, perenialisme, esensialisme dan eksistensialisme .
a. Progresivisme
Paha mini berdasar pada falsafah naturalism romantik dari Ressou dan pragmatisme John Dewey. Pandangan Ressou tentang hakikat manusia dan ajaran minat dan kebebasan dalam teori pengetahuan menjadi dasar dari aliran ini .
Naturalisme berpendapat bahwa manusia dilahirkan dalam kebaikan alam ke tengah masyarakat yang tidak baik. Walaupun masyarakat tidak harus dihilangkan, dengan alas an kontrak social, tetapi sedapat mungkin keadaan alamiah itu harus dipelihara di dalam persekutuan social yang terdapat kebebasan dan persamaan. Kemudian pragmatism menambahkan bahwa hidup akan senantiasa berubah, berbaharu. Dalam proses pembaharuan itu lah letak pentingnya pendidikan , yang memiliki tujuan tertentu. Dalam merumuskan tujuan progresivisme mengemukakan tiga criteria, yakni: 1). Tujuan pendidikan harus bersumber kepada situasi kehidupan yang berlangsung, 2). Tujuan pendidikan harus fleksibel, dan 3). Tujuan pendidikan harus mencerminkan aktivitas bebas. Perlu dicatat pula bahwa dalam paham ini tujuan bersifat temporal, yang berarti jika suatu tujuan sudah tercapai maka hasilnya dijadikan alat untuk mencapai tujuan berikutnya.
Menurut aliran ini, tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kehidupan yag baik bagi individu dan masyarakat. Kehidupan terbaik bagi individu adalah kehidupan yang intelegen, bebas dan memiliki control terhadap pengalamannya. Sedangkan yang terbaik bagi masyarakat adalah kehidupan demokratis, dan tidak ada stratifikasi social, kesamaan kesempatan merupakan jaminan bagi setiap orang untuk ambil bagian dalam setiap kegiatan sosial .
b. Perenialisme
Perenialisme memandang bahwa dunia penuh kekacauan, ketidakpastian dan tidak beres. Maka dari itu diperlukan sesuatu yang bersifat mutlak. Untuk memperoleh hal tersebut Perenialis mengambil kembali nilai- nilai dan prinsip- prinsip umum pada jaman kuno yang diyakini menjadi landasan berkembangnya peradaban manusia dari masa- ke masa .
Dalam pendidikan kaum perenialis berprinsip bahwa pada hakikatnya manusia itu sama, yakni manusia adalah hewan yang rasional. Rasionalitas yang menjadi unifikasi manusia kemudian menjadi identitas utama yang menempatkan manusia pada posisi tertinggi. Maka dari itu pendidikan haruslah bertujuan untuk memperbaiki manusia sebagai manusia .
c. Esensialisme
Esensialisme nampaknya bukan sebuah madhab filsafat tertentu, melainkan mereka yang bersepakat tentang prinsip- prinsip dasar yang berhubungan dengan pendidikan, yang antara lain:
1. Belajar melibatkan kerja keras, disiplin dan terkadang menimbulkan keengganan.
2. Inisiatif harus ditekankan kepada guru.
3. Inti dari proses pendidikan adalah asimilasi dari subjek materi yang telah ditentukan.
4. Sekolah harus mempertahankan metode- metode tradisional yang berkaitan dengan disiplin mental.
5. Tujuan akhir pendidikan adalah meningkatkan kesejahteraan umum .
d. Eksistensialisme
Paham ini memandang segala gejala berpangkal pada eksistensi. Eksistensi adalah cara manusia berada di dalam dunia. Cara ini berbeda dengan cara makhluk lainnya. Manusia berada bersama dengan manusia dan makhluk lainnya itu akan berarti karena manusia
Dalam kontek pendidikan eksistensisalisme mempolanya dengan dialog dimana individu dapat menemukan pemahaman dirinya dan kesadaran akan dunianya. Tujuan pendidikan dari aliran ini adalah menciptakan manusia yang memiliki tujuan, dan tujuan itu bersifat situasional dan dapat diperoleh dalam situasi tersebut .
Dari uraian tersebut di atas, kita dapat melihat aneka macam tujuan pendidikan berdasarkan pada lingkungan falsafah yang memayunginya. Hal ini kelak akan mempengaruhi konsep pendidikan di tingkat yang lebih operasional, yakni wilayah ilmu.
B. ILMU
Pemahaman terhadap konsep pendidikan setidaknya berorientasi pada dua aktifitas utama yaitu pendidikan sebagai tindakan manusia sebagai usaha membimbing manusia yang lain (educational practice), dengan pendidikan sebagai ilmu pendidikan (educational thought). Pendidikan sebagai suatu tindakan sudah berlangsung lama sebelum orang berfikir tentang bagaimana mendidik. Bahkan dapat dikatakan pendidikan dalam artian ini sudah ada sejak leberadaan manusia di dunia ini, sedangkan pendidikan sebagai ilmu baru lahir kira-kira pada abad 19.
Dalam pengembangannya ilmu pendidikan memiliki dua tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk pengembangan suatu ilmu, yang berorientasi pada kebenaran suatu ilmu itu sendiri. Dengan cara ini akan menghasilkan ilmu teoritis murni yang tidak menghiraukan kegunaannya dalam praktik. Di samping tujuan tersebut ilmu pendidikan mengembangkan ilmu yang selanjutnya dapat digunakan dalam praktik pendidikan sehari-hari. Hal yang demikian ini sering disebut dengan ilmu bersifat praktis. Artinya teori yang ditemukan harus berorientasi pada praktik, atau dapat dipraktikan.
Sebagai konsekuensinya pada level ini, corak pendidikan menjadi lebih komplek, beragam dan bervariasi. Dengan alasan tersebut dalam makalah ini, saya hanya akan mengurai tujuan pendidikan dalam presfektif Ilmu Pendidikan Islam.
Islam yang memiliki sifat universal dan kosmopolit dapat merambah ke ranah kehidupan apapun, termasuk dalam ranah pendidikan. Ketika Islam dijadikan sebagai paradigma ilmu pendidikan paling tidak berpijak pada tiga alasan. Pertama, ilmu pendidikan sebagai ilmu humaniora tergolong ilmu normatif, karena ia terkait oleh norma-norma tertentu. Pada taraf ini, nilai-nilai Islam sangat berkompeten untuk dijadikan norma dalam ilmu pendidikan. Kedua, dalam menganalisis masalah pendidikan, para ahli selama ini cenderung mengambil teori-teori dan falsafah pendidikan Barat. Falsafah pendidikan Barat lebih bercorak sekuler yang memisahkan berbagai dimensi kehidupan, sedangkan masyarakat Indonesia lebih bersifat religius. Atas dasar itu, nilai-nilai ideal Islam sangat memungkinkan untuk dijadikan acuan dalam mengkaji fenomena kependidikan. Ketiga, dengan menjadikan Islam sebagai paradigma, maka keberadan ilmu pendidikan memilih ruh yang dapat menggerakkan kehidupan spiritual dan kehidupan yang hakiki. Tanpa ruh ini berarti pendidikan telah kehilangan ideologinya.
Pembahasan konsep dan teori tentang pendidikan sampai kapan pun selalu saja relevan dan memiliki ruang yang cukup signifikan untuk ditinjau ulang. Paling tidak terdapat tiga alasan mengapa hal itu terjadi: Pertama, pendidikan melibatkan sosok manusia yang senantiasa dinamik, baik sebagai pendidik, peserta didik maupun penanggung jawab pendidikan; Kedua, perlunya akan ivonasi pendidikan akibat perkembangan sanis dan teknologi; Ketiga, tuntutan globalisasi, yang meleburkan sekat-sekat agama, ras, budaya bahkan falsafah suatu bangsa. Ketiga alasan itu tentunya harus diikuti dan dijawab oleh dunia pendidikan, demi kelangsungan hidup manusia dalam situasi yang serba dinamik, inovatif dan semakin mengglobal.
Salah satu aspek penting dan mendasar dalam pendidikan adalah aspek tujuan. Merumuskan tujuan pendidikan merupakan syarat mutlak dalam mendefiniskan pendidikan itu sendiri yang paling tidak didasarkan atas konsep dasar mengenai manusia, alam, dan ilmu serta dengan pertimbangan prinsip prinsip dasarnya. Hal tersebut disebabkan pendidikan adalah upaya yang paling utama, bahkan satu satunya untuk membentuk manusia menurut apa yang dikehendakinya. Karena itu menurut para ahli pendidikan, tujuan pendidikan pada hakekatnya merupakan rumusan-rumusan dari berbagai harapan ataupun keinginan manusia .
Maka dari itu berdasarkan definisinya, Rupert C. Lodge dalam philosophy of education menyatakan bahwa dalam pengertian yang luas pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Sehingga dengan kata lain, kehidupan adalah pendidikan dan pendidikan adalah kehidupan itu. Sedangkan Joe Pack merumuskan pendidikan sebagai “the art or process of imparting or acquiring knomledge and habit through instructional as study”. Dalam definisi ini tekanan kegiatan pendidikan diletakkan pada pengajaran (instruction), sedangkan segi kepribadian yang dibina adalah aspek kognitif dan kebiasaan. Theodore Meyer Greene mengajukan definisi pendidikan yang sangat umum. Menurutnya pendidikan adalah usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan yang bermakna. Alfred North Whitehead menyusun definisi pendidikan yang menekankan segi ketrampilan menggunakan pengetahuan.
*****
*Dikutip dari berbagai sumber
Jumat, 10 April 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar