Kamis, 12 Maret 2009

REFLEKSI TERHADAP FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

Ditinjau dari asal katanya. “Matematika” berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “Mathema” yang berarti “Sains, Ilmu Pengetahuan atau belajar”. Dalam kegiatan sehari-hari terutama dalam bidang akademis, Matematika sering di-identik-kan dengan sesuatu yang “sulit, membosankan, dan bahkan momok” bagi sebagian besar orang (peserta didik). Namun, jika memang benar matematika adalah sesuatu yang sulit dan membosankan, mengapa matematika diberikan sebagai salah satu mata pelajaran wajib di setiap jenjang pendidikan (mulai TK sampai tingkat Sekolah Menengah Atas)?, Apakah arti dan makna matematika yang sebenarnya?
Dapat dikatakan bahwa matematika diartikan sebagai “bahasa”. Dalam artinya sebagai bahasa, matematika memungkinkan ilmu berkembang dari kualitatif ke kuantitatif. Disisi lain, dalam mempelajari berbagai disiplin ilmu matematika sering digunakan, baik dalam bentuk perhitungan, penalaran, penggunaan simbol dan pengambilan keputusan. Hal ini mengindikasikan bahwa matematika memiliki arti sebagai “pelayan ilmu”. Tetapi perlu juga diperhatikan bahwa perkembangan matematika tidak tergantung pada bidang ilmu lain, sehingga selain sebagai pelayan ilmu, matematika juga berarti sebagai “ratu” (Queen of Science). Penggunaan perhitungan sebenarnya tidak akan pernah lepas dari aktivitas manusia setiap harinya dan karenanya matematika dapat diartikan sebagai “aktivitas hidup” dan ketika melakukan aktivitas tersebut, sering kali dihadapkan pada suatu pilihan yang memerlukan spekulasi untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik. Dalam menentukan suatu pilihan, hal pertama yang dilakukan adalah melihat berbagai kemungkinan dan mengkajinya dari berbagai ketentuan yang berlaku (norma, agama, dan hukum) sehingga diperoleh suatu keputusan yang terbaik. Barangkali tidak disadari, dengan belajar matematika, pengambilan keputusan akan lebih maskimal karena kebiasaan berpikir secara deduktif (yaitu proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada premis-premis yang kebenaranya telah ditentukan).
Selain kegunaan di atas, perkembangan teknologi juga memberikan manfaat dalam pembelajaran matematika. Terkait dengan hal ini, dua peran penting teknologi dalam pembelajarn matematika sebagai berikut “Technology plays two major roles in the teaching of mathematics;
1) technology provides us with computer algebra systems (and hand held calculators) that allow us to explore mathematics interactively and
2) technology provides a means of communication between people”.
Dalam kaitannya dengan filsafat, filsafat matematika merupakan hasil pemikiran filsafat yang sasarannya ialah matematika itu sendiri. Menurut The Liang Gie (1985) bahwa filsafat matematika adalah cabang filsafat yang merupakan studi sistematis mengenai sifat alami dari matematika, khususnya dari metode-metodenya, konsep-konsep dan praanggapan-praanggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari bidang-bidang intelektual atau analisa yang netral secara etis dan filsafati, pemaparan, dan penjelasan mengenai landasan matematika. Dewasa ini kajian filsafat matematika sangat luas sehingga perlu ditertibkan dengan maksud terciptanya skema yang lebih sistematis dan memungkinkan pembahasan selanjutnya yang lebih luas. Oleh karena itu, The Liang Gie (1985) memberikan perincian bidang filsafat matematika menjadi 7 bagian, yaitu:
1. Epistemologi matematika.
2. Ontologi matematika.
3. Metodologi matematika.
4. Struktur logis dari matematika.
5. Implikasi etis dari matematika.
6. Aspek estetis dari matematika.
7. Peranan matematik dalam sejarah peradaban manusia.
Epistemologi atau teori pengetahuan membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan (Suriasumantri, 2006). The Liang Gie (1985) mengatakan bahwa epistemologi matematika adalah teori pengetahuan yang sasaran penelaahannya ialah pengetahuan matematika. Epistemologi sebagai salah satu bagian dari filsafat merupakan pemikiran reflektif terhadap segi dari pengetahuan seperti kemungkinan, asal mula, sifat alami, batas-batas, asumsi dan landasan, validitas dan reliabilitas sampai kebenaran pengetahuan. Sekelompok pertanyaan mengenai apakah matematika itu (pertanyaan yang diperbincangkan oleh para filsuf dan ahli matematik selama lebih daripada 2000 tahun), termasuk jenis pengetahuan apa (pengetahuan empirik ataukah pengetahuan pra-pengalaman), bagaimana ciri-cirinya (deduktif, abstrak, hipotesis, eksak, simbolik, universal, rasional, dan kemungkinan ciri lainnya), serta lingkupan dan pembagian pengetahuan matematika (matematika murni dan matematik terapan serta berbagai cabang matematika yang lain), kesemua ini merupakan bahan-bahan pembahasan yang termasuk dalam epistemologi matematik. Demikian pula persoalan tentang kebenaran matematika seperti misalnya sifat alaminya dan macamnya.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan atau dalam rumusan Lorens Bagus: menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuk ( Muhadjir, 2001). Dalam ontologi matematika dipersoalkan cakupan dari pernyataan matematika (cakupannya suatu dunia yang nyata atau bukan). Pandangan realisme empirik menjawab bahwa cakupan merupakan suatu realitas. Eksistensi dari entitas-entitas matematika juga menjadi bahan pemikiran filsafat. Suatu hal lagi yang merupakan problem yang bertalian ialah apakah matematika ditemukan oleh manusia atau diciptakan oleh budinya. Pendapat yang menganggap matematika sebagai suatu penemuan mengandung arti bahwa aksioma-aksioma matematika merupakan kebenaran mesti yang sudah ada lebih dulu di luar pengaruh manusia.
Metodologi matematika adalah penelaahan terhadap metode yang khusus dipergunakan dalam matematika. Metode yang khusus dari matematika kini lazim dikenal sebagai axiomatic method (metode aksiomatik) atau hypothetical-deductive method (metode hipotetik-deduktif). Thomas Greenwood dalam The Liang Gie (1985) mengatakan metode aksiomatik atau hipotetik-deduktif sebagai¬mana dipakai dalam ilmu-ilmu teoritis dan khususnya matematika. Ini menyangkut problem-problem seperti pemilihan, kebebasan dan penyederhanaan dari istilah-istilah pangkal dan aksioma-aksioma, formalisasi dari batasan-batasan dan pembuktianpembuktian, keruntutan dan kelengkapan dari teori yang disusun, serta penafsiran yang terakhir.
Struktur logika dari matematika merupakan bagian dari filsafat matematika yang membahas sasarannya sebagai sebuah struktur yang sepenuhnya bercorak logis. Struktur yang demikian itu tunduk pada kaidah-kaidah logika, mensyaratkan standar tinggi dalam ketelitian logis, dan mencapai kesimpulan-kesimpulan logis tanpa menghiraukan keadaan senyatanya dari dunia empirik. Jadi sifat alami dari matematika ialah logis dan bahkan penulisan dalam bidang pengetahuan matematika perlu pula dengan gaya yang logis.
Perkembangan matematika yang amat luas dan kemajuannya yang luar biasa pesat dalam abad ini mau tidak mau mempunyai implikasi-implikasi tertentu bagi perilaku manusia terutama yang bersifat etis dalam masyarakat. Sebagai contoh misalnya perkembangan aritmetik perduaan (binary arithmetic) yang berpadu dengan teknologi elektronik telah melahirkan macam-macam komputer untuk anekaragam tugas dari menyimpan data-data perseorangan, melakukan pembukuan uang, mengatur persediaan barang, menyiapkan surat-menyurat sampai menjual karcis tontotan. Dengan ini keramahtamahan pribadi, kehangatan perjumpaan individu, dan kewarnawarnian hubungan antar-manusia menjadi berkurang. Dalam organisasi-organisasi yang besar sering kepribadian dan kedinamisan seseorang hanya menjadi sehelai kartu berlubang-lubang yang merupakan input atau output dari suatu komputer. Implikasi-implikasi etis dapat menjadi pokok soal menarik dalam pemikiran filsafat tentang matematika. John Macmurray dalam The Liang Gie (1985) menyatakan bahwa filsuf perlu berusaha menjawab pertanyaan penghabisan dari filsafat ilmu, yaitu kini dengan telah kita capai ilmu, apakah sesungguhnya artinya ilmu ?. Pertanyaan ini kiranya berlaku pula bagi matematika.
Beberapa kepustakaan matematika mengatakan bahwa matematika dipandang sebagai suatu seni. Karena merupakan suatu karya seni, matematika mengandung keindahan. Ahli matematika Morris Kline dalam The Liang Gie (1985) menyatakan bahwa matematika yang baik harus memenuhi salah satu dari tiga ukuran, yaitu kegunaan langsung dalam ilmu, kegunaan potensial, atau keindahan. Keindahan itu dapat tercapai karena adanya ide yang orisinal, kesederhanaan dalil, kecemerlangan jalan pikiran atau sesuatu ciri lainnya dalam matematika. Ciri seni dan sifat indah merupakan aspek estetis dari matematika yang juga ditelaah oleh filsafat matematika.
Sebagai penggerak dan pengguncang dunia manusia akan terus berkegiatan dalam bidang ilmu pengetahuan, dalam matematika, dan bahkan akan terus menaklukkan waktu, ruang, matahari, dan bintang-bintang (Naga, 1980). Peranan matematika dalam peradaban manusia dari zaman kuno sampai sekarang sangat penting dan merupakan suatu bagian dari filsafat matematika yang cukup mempesonakan untuk diperbincangkan.
*****
Referensi:
http://BaliMath’Student(Philosophy)/Filsafat/releksi-terhadap-filsafat-pendidikan.html
The Liang Gie. 1985. Filsafat Matematika, Cet. III, Yogyakarta:Supersukses