Kamis, 02 April 2009

Matematika dan Filsafat

Pada era-modern kali ini ilmu filsafat yang dijadikan sebagai ilmu pengetahuan yang dapat merubah paradigma berfikir manusia mengalami perkembangan. Hal ini dikarenakan sifat berfikir kritis yang dilakukan para filosof tak terkecuali filosof atau ilmuwan sains dan matematika yang mampu melahirkan ide-ide dan metode pembelajarannya.
Oleh karena itu filsafat umum dan filsafat matematika dalam sejarahnya adalah saling melengkapi. Filsafat matematika saling bersangkut-paut dengan fungsi dan struktur teori-teori matematika. Teori-teori tersebut terbebas dari asumsi-asumsi spekulatif atau metafisik.
Filsuf matematika yang dikenal adalah Phytagoras, Plato, Aristoteles, Leibniz dan Kant. Adapaun pemikiran atau pandangan mereka terhadap ilmu matematika yaitu :

A. Pandangan Plato
Bagi plato yang penting adalah tugas akal untuk membedakan tampilan (penampakan) dari realita (kenyataan) yang sebenar-benarnya. Menurutnya ketetapan abadi/permanent, bebas untuk dipahami adalah hanya merupakan karakteristik pernyataan-pernyataan matematika. Plato yakin bahwa terdapat objek-objek yang permanent. Bagi Plato Matematika bukanlah idealisasi aspek-aspek tertentu yang bersifat empiris akan tetapi sebagai deskripsi dari bagian realitanya.
B. Aristoteles
Aristoteles menolak pembedaan Plato antara dunia ide yang disebutnya realita kebenaran, Aristotheles menekankan menemukan "dunia ide" yang permanent dan merupakan realita daripada "abstraksi" dari apa yang tampak.
C. Leibniz
Leibniz setuju dengan Aristhoteles, bahwa setiap proposisi didalam analisis terakhir berbentuk subjek-predikat. Konsep Leibniz tentang bidang study matematika murni sangat berbeda dengan pandangan Plato dan aristotheles karena menurutnya semua boleh mengatakan bahwa proposisi-proposisi adalah perlu benar untuk semua objek, semua kejadian yang mungkin, atau dengan menggunakan phrasenya yaitu "dalam semua dunia yang mungkin".
D. Kant
Kant membagi proposisi ke dalam tiga kelas
- Proposisi Analitis
- Proposisi sintetis
- Proposisi Aritmatika dan geometri murni.
E. Phytagoras
Doktrin Phytagoras antara lain bahwa fenomena yang tampak berbeda dapat memiliki representative matematika yang identik (cahaya,magnet,listrik dapat mempunyai persamaan diferensial yang sama).

Untuk perkembangan selanjutnya filsafat matematika merambah kepada filsafat pendidikan matematika. Filsafat pendidikan adalah pemikiran-pemikiran filsafati tentang pendidikan. Dapat mengkonsentrasikan pada proses pendidikan, dapat pula pada ilmu pendidikan. Jika mengutamakan proses pendidikan, yang dibicarakan adalah cita-cita, bentuk dan metode serta hasil proses belajar itu. Jika mengutamakan ilmu pendidikan maka yang menjadi pusat perhatian adalah konsep, ide dan metode yang digunakan dalam menelaah ilmu pendidikan. Filsafat pendidikan matematika termasuk filsafat yang membicarakan proses pendidikan matematika.
Filsafat pendidikan matematika mempersoalkan permasalahan-permasalahan sebagi berikut :
- Sifat-sifat dasar matematika
- Sejarah matematika
- Psikologi belajar matematika
- Teori mengajar matematika
- Psikologis anak dalam kaitannya dengan pertumbuhan konsep matematis.
- Pengembangan kurikulum matematika sekolah
- Penerapan kurikulum matematika di sekolah.

Filsafat konstrukvimisme banyak mempengaruhi pendidikan matematika pada tahun delapan puluh dan sembilan puluhan. Konstrukvimisme berpandangan bahwa belajar adalah membentuk pengertian oleh si pelajar. Pada intinya gagasan kontruktivimisme tentang pengetahuan adalah sebagai berikut :
- Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
- Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan strutur yang perlu untuk pengetahuan.
- Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Strutur-konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi ini berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang atau disebut konsep itu jalan.

Menurut Glaserfeld proses kontruktivimisme harus memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut :
- Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembalipengalaman
- Kemampuan membandingkan, mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan.
- Kemampuan untuk lebih menyenangi pengalaman yang satu dari pengalaman yang lain.
Adapun implikasi dari kontrukvimisme terhadap proses belajar adalah sangat baik hal ini lebih ditekankan pada siswa.adapun cirri-cirinya adalah sebagai berikut :
- Belajar berarti membentuk makna
- Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus.
- Belajar bukan merupakan hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri.
- Proses belajar yang sesungguhnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pikiran lebih lanjut.
- Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan sekitarnya
- Hasil belajar seseorang dipengaruhi oleh apa yang telah diketahui siswa: konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.

Jadi siswa harus aktif. Guru berrtindak sebagai mediator dan fasilitator. Hal ini dikarenakan mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisifasi dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri.
Dari pengaruh filsafat kontruktivimisme tersebut ternyata membawa perkembangan matematika lebih baik, perkembangan ini dilihat dari produktivitasnya baik kuantitatif maupun kulaitatif dari waktu ke waktu semakin meningkat dan semakin cepat. Produktivitas matematika terhadap skala waktu, secara kuantitaif dapat digambarkan berkembang secara eksponensial pertumbuhan biologis (makin lama makin menanjak).

Ditinjau dari perkembangannya kemajuan matematika terbagi menjadi dua periode atau waktu,
Yang pertama membagi skala waktu kedalam tiga periode:
- Dahulu (1673)
- Pertengahan (1638-1800)
- Sekarang (1821 - Sekarang)
Yang kedua membagi skala waktu dibagi menjadi 7 periode:
- Babilonia dan Mesir kuno.
- Yunani (600 - 300 SM)
- Masyarakat timur tengah (sebagian sebelum dan sebagian lagi sesudah periode2)
- Eropa pada masa Renaisance (1500 - 1600)
- Abad 17
- Abad 18 dan 19
- Abad 20

Melihat dari perkembangannya sebagian besar filsafat matematika berdasarkan atas perkembangan kebudayaan bangsa Eropa. Hal ini dikarenakan ahli filsafati filsafat matematika adalah orang Eropa, akan tetapi kita jangan terpaku dan menerima begitu saja pemikiran dan pandangan para ahli filsafati tersebut, karena pemikran dan ide tidak akan habis bila kita terus berpikir, seperti halnya Francis Bacon mempertanyakan, mendebat, dan mengkritik metode berpikir induktif, yang merupakan dasar metode ilmiah sebagai tulang punggung kemajuan sains yang berpijak kepada fakta empiris.
*****
*Dikutip dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar