Kamis, 04 Juni 2009

MENGGAPAI FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

Tugas Akhir Perkuliahan Filsafat Pendidikan Matematika
Oleh Desty Nilasari

Dalam pencapaiannya menuju filsafat pendidikan matematika, hal awal yang perlu diketahui dan dipelajari yaitu tentang filsafat, pendidikan, matematika, filsafat pendidikan dan filsafat matematika. Lima hal ini merupakan dasar yang dapat digunakan dalam proses menggapai filsafat pendidikan matematika.

Filsafat:
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, ”philosophia”. Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara terminologi. Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat. Sedangkan filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Dari semua pengertian filsafat secara terminologis oleh para filsuf, dapat ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.

Pendidikan:
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan, organis, harmonis, dan dinamis guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.

Matematika:
Sejarah menunjukkan bahwa matematika dibutuhkan manusia. Dapatkah kita membayangkan bagaimana dunia ini sekarang seandainya matematika tidak ada? Dapatkah kita mendengarkan radio, melihat televisi, naik kereta api, mobil atau pesawat terbang, berkomunikasi lewat telepon atau Handphone (HP), dan lain sebagainya? Dapatkah kita membayangkan kacaunya dunia ini seandainya orang tidak bisa berhitung secara sederhana, tidak bisa memahami ruang di mana dia tinggal, tidak bisa memahami harga suatu barang di suatu supermarket? Apa yang terjadi seandainya A mengatakan 7 + 5 = 12, sedangkan B berpendapat 7 + 5 = 75, atau kejadian-kejadian yang lain?
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang harus dikuasai oleh siswa. Sebab sesuai dengan gambaran di atas, ternyata matematika tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Matematika selalu mengalami perkembangan yang berbanding lurus dengan kemajuan sains dan teknologi. Hal yang demikian, kebanyakan tidak disadari oleh sebagian siswa yang disebabkan minimnya informasi mengenai apa dan bagaimana sebenarnya matematika itu. Dengan demikian, maka akan berakibat buruk pada proses belajar siswa, yakni mereka hanya belajar matematika dengan mendengarkan penjelasan seorang Guru, menghafalkan rumus, lalu memperbanyak latihan soal dengan menggunakan rumus yang sudah dihafalkan, tetapi tidak pernah ada usaha untuk memahami dan mencari makna yang sebenarnya tentang tujuan pembelajaran matematika itu sendiri.

Filsafat Pendidikan:
Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan. Filasafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat umum, maka saat mulai belajar filsafat pendidikan akan dimulai dari filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai.
Dalam filsafat terdapat berbagai aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beranekaragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurnagnya sebanyak aliran filsafat itu sendiri.
Dua kelompok besar filsafat pendidikan, yaitu
1. Filsafat pendidikan progresif (progresivisme), yang didukung oleh filsafat pragmatisme dari John Dewey dan romantik naturalisme dari Roousseau
2. Filsafat pendidikan Konservatif, yang didasari oleh filsafat idealisme, realisme humanisme, dan supernaturalisme atau realisme religius.
Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme yang didukung oleh idealisme dan realisme; dan filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme.
Aliran-aliran dalam filsafat pendidikan:
Filsafat Pendidikan Progresivisme,
Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal, tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kebudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan.
Filsafat Pendidikan Pragmatisme,

Dipandang sebagai filsafat Amerika, dipengaruhi oleh empirisme, utilitarianisme, dan positivisme. Esensi ajarannya, hidup bukan untuk mencari kebenaran melainkan untuk menemukan arti atau kegunaan. Tujuan pendidikannya menggunakan pengalaman sebagai alat untuk menyelesaikan hal-hal baru dalam kehidupan priabdi dan masyarakat.
Filsafat Pendidikan Esensialisme,
Merupakan suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda.
Filsafat Pendidikan Idealisme,
Berpandangan bahwa pengetahuan itu sudah ada dalam jiwa kita. Untuk membawanya pada tingkat kesadaran perlu adanya proses introspeksi. Tujuan pendidikan aliran ini membentuk karakter manusia.
Filsafat Pendidikan Realisme,
Berpandangan bahwa hakikat realitas adalah fisik dan ruh, bersifat dualistis. Tujuan pendidikannya membentuk individu yang mampu menyesuaikan diri dalam masyarakat dan memiliki rasa tanggung jawab kepada masyarakat.
Filsafat Pendidikan Perenialisme,
Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji.
Filsafat Pendidikan Materialisme,
Berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural.
Filsafat Pendidikan Eksistensialisme,
Memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas.
Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme,
Merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang.
Filsafat Pendidikan Konstruktivisme,
Berpandangan bahwa pengetahuan diperoleh melalui proses aktif individu mengkonstruksi arti dari suatu teks, pengalaman fisik, dialog, dan lain-lain melalui asimilasi pengalaman baru dengan pengertian yang telah dimiliki seseorang. Tujuan pendidikannya menghasilkan individu yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan persoalan hidupnya.
Filsafat Pendidikan Humanisme,
Berpandangan bahwa pendidikan harus ditekankan pada kebutuhan anak (child centered). Tujuannya untuk aktualisasi diri, perkembangan efektif, dan pembentukan moral.
Filsafat Pendidikan Behaviorisme,
Memandang perubahan perilaku setelah seseorang memperoleh stimulus dari luar merupakan hal yang sangat penting. Oleh sebab itu, pendidikan behaviorisme menekankan pada proses mengubah atau memodifikasi perilaku. Tujuannya untuk menyiapkan pribadi-pribadi yang sesuai dengan kemampuannya, mempunyai rasa tanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan masyarakat.

Filsafat Matematika:
Pada era-modern kali ini, ilmu filsafat yang dijadikan sebagai ilmu pengetahuan yang dapat merubah paradigma berfikir manusia mengalami perkembangan. Hal ini dikarenakan sifat berfikir kritis yang dilakukan para filosof tak terkecuali filosof atau ilmuwan sains dan matematika yang mampu melahirkan ide-ide dan metode pembelajarannya.
Oleh karena itu filsafat umum dan filsafat matematika dalam sejarahnya adalah saling melengkapi. Filsafat matematika saling bersangkut-paut dengan fungsi dan struktur teori-teori matematika, teori-teori tersebut terbebas dari asumsi-asumsi spekulatif atau metafisik.
Pemikiran atau pandangan filsuf matematika terhadap ilmu matematika yaitu :
Pandangan Plato,
Bagi plato yang penting adalah tugas akal untuk membedakan tampilan (penampakan) dari realita (kenyataan) yang sebenar-benarnya. Menurutnya ketetapan abadi/permanent, bebas untuk dipahami adalah hanya merupakan karakteristik pernyataan-pernyataan matematika. Bagi Plato Matematika bukanlah idealisasi aspek-aspek tertentu yang bersifat empiris akan tetapi sebagai deskripsi dari bagian realitanya.
Aristoteles,
Aristotheles menekankan menemukan ‘dunia ide’ yang permanent dan merupakan realita daripada ‘abstraksi’ dari ‘apa’ yang tampak.
Leibniz,
Setiap proposisi didalam analisis terakhir berbentuk subjek-predikat. Menurutnya semua boleh mengatakan bahwa proposisi-proposisi adalah perlu benar untuk semua objek, semua kejadian yang mungkin, atau dengan menggunakan phrasenya yaitu ‘dalam semua dunia yang mungkin’.
Kant,
Kant membagi proposisi ke dalam tiga kelas yaitu Proposisi Analitis, Proposisi sintetis, dan Proposisi Aritmatika dan geometri murni.
Phytagoras,
Doktrin Phytagoras antara lain bahwa fenomena yang tampak berbeda dapat memiliki representative matematika yang identik (cahaya, magnet, listrik dapat mempunyai persamaan diferensial yang sama).

Filsafat Pendidikan Matematika:
Untuk perkembangan selanjutnya filsafat matematika pun merambah kepada filsafat pendidikan matematika akan tetapi sebelum membahas ke filsafat pendidikan matematika kita akan membahas terlebih dahulu filsafat pendidikan.
Filsafat pendidikan adalah pemikiran-pemikiran filsafati tentang pendidikan. Dapat mengkonsentrasikan pada proses pendidikan, dapat pula pada ilmu pendidikan. Jika mengutamakan proses pendidikan, yang dibicarakan adalah cita-cita, bentuk dan metode serta hasil proses belajar itu. Jika mengutamakan ilmu pendidikan maka yang menjadi pusat perhatian adalah konsep, ide dan metode yang digunakan dalam menelaah ilmu pendidikan. Filsafat pendidikan matematika termasuk filsafat yang membicarakan proses pendidikan matematika.
Filsafat pendidikan matematika mempersoalkan permasalahan-permasalahan sebagi berikut:
- Sifat-sifat dasar matematika
- Sejarah matematika
- Psikologi belajar matematika
- Teori mengajar matematika
- Psikologis anak dalam kaitannya dengan pertumbuhan konsep matematis.
- Pengembangan kurikulum matematika sekolah
- Penerapan kurikulum matematika di sekolah.

Menggapai Filsafat Pendidikan Matematika:
Dalam pencapaiannya menuju filsafat pendidikan matematika, berdasarkan uraian tentang filsafat, pendidikan, matematika, filsafat pendidikan dan filsafat matematika, saya mengelompokkannya dalam dua hal yaitu;
A. Filsafat konstrukvimisme
Filsafat konstrukvimisme banyak mempengaruhi pendidikan matematika pada tahun delapan puluh dan sembilan puluhan. Konstrukvimisme berpandangan bahwa belajar adalah membentuk pengertian oleh si pelajar. Pada intinya gagasan kontruktivimisme tentang pengetahuan adalah sebagai berikut :
- Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
- Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan strutur yang perlu untuk pengetahuan.
- Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Strutur-konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi ini berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang atau disebut konsep itu jalan.
Adapun implikasi dari kontrukvimisme terhadap proses belajar adalah sangat baik hal ini lebih ditekankan pada siswa. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
- Belajar berarti membentuk makna
- Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus.
- Belajar bukan merupakan hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri.
- Proses belajar yang sesungguhnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pikiran lebih lanjut.
- Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan sekitarnya
- Hasil belajar seseorang dipengaruhi oleh apa yang telah diketahui siswa: konsep,tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.
Jadi dalam hal ini siswa harus aktif. Guru bertindak sebagai mediator dan fasilitator. Hal ini dikarenakan mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisifasi dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri.
Dari pengaruh filsafat kontruktivimisme tersebut ternyata membawa perkembangan matematika lebih baik, perkembangan ini dilihat dari produktivitasnya baik kuantitatif maupun kulaitatif dari waktu ke waktu semakin meningkat dan semakin cepat. Produktivitas matematika terhadap skala waktu, secara kuantitaif dapat digambarkan berkembang secara eksponensial pertumbuhan biologis (makin lama makin menanjak).
Sayangnya, harus diakui, masih banyak para guru, dosen dan pendidik yang alergi menerima kritik dari peserta didiknya. Sungguh, hal ini mematikan kreativitas peserta didik yang mengakibatkan stagnasi dalam bidang intelektual dan keilmuan. Padahal seorang pendidik yang ikhlas, ia ingin sekali dan merasa bangga jika muridnya menjadi lebih pandai dari dirinya, bukan malah khawatir dan takut.
B. Filsafat Progresivisme
Setiap orang, pasti menginginkan hidup bahagia. Salah satu diantaranya yakni hidup lebih baik dari sebelumnya atau bisa disebut hidup lebih maju. Hidup maju tersebut didukung atau dapat diwujudkan melalui pendidikan. Dikaitkan dengan penjelasaan ini, menurut pendapat saya filsafat pendidikan yang sesuai atau mengarah pada terwujudnya kehidupan yang maju yakni filsafat yang konservatif yang didukung oleh sebuah idealisme, rasionalisme(kenyataan). Itu dikarenakan filsafat pendidikan mengarah pada hasil pemikiran manusia mengenai realitas, pengetahuan, dan nilai seperti yang telah disebutkan diatas. Jadi, aliran filsafat yang pas dan sesuai dengan pendidikan yang mengarah pada kehidupan yang maju menurut pikiran saya yakni filsafat pendidikan progresivisme (berfokus pada siswanya). Tapi akan lebih baik lagi bila semua filsafat diatas bisa saling melengkapi.
Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik.

1 komentar: